NEWS UPDATE :  

Berita

PARENTS CLUB

Sabtu, 06 Oktober 2016 adalah hari dimana semua orang tua murid KB-TKIT Al Hikmah berkumpul bersama dalam kegiatan rutin yang di lakukan 3x dalam 1 semester yaitu Parents Club.

Kegiatan yang dipanitiai oleh komite KB-TKIT Al Hikmah ini, secara umum tujuannya adalah mengajak para orang tua untuk bersama-sama memberikan yang terbaik buat anak-anak mereka. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan orang tua dalam melaksanakan perawatan, pengasuhan dan pendidikan anak di dalam keluarga sendiri dengan landasan dasar-dasar kareakter yang baik. Salah satunya adalah dengan program parenting dengan pemateri Bapak Rachmad Widiharto,S.Psi, Psikolog dari Lembaga Psikologi LAZUARDI.

Materi Parenting kali ini adalah

Ø  Didiklah anak sesuai fitrah.

Fitrah apa? Ada beberapa fitrah, diantaranya fitrah iman, fitrah belajar, fitrah bakat dan fitrah seksualitas.

Fitrah seksualitas?

Mendidik anak sesuai fitrah seksualitas artinya mengenalkan anak bagaimana bersikap, berfikir, dan merasa seperti gendernya. Jika ia anak perempuan, maka kita bangkitkan fitrah seksualitasnya sebagai perempuan, Jika ia laki-laki, maka kita bangunkan fitah seksualitasnya sebagai laki-laki. Bagaimana caranya???

Ada beberapa tahapan yang perlu kita ketahui dan kita kawal di tiap fasenya.

Usia 0 - 2 tahun

Pada usia ini anak harus dekat dengan bundanya. Pendidikan tauhid pertama adalah menyusui anak sampai 2 tahun. Menyusui bukan hanyamemberi ASI. Langsung disusui tanpa pumping, dan tanpa sampil pegang HP.

Usia 3 - 6 tahun

Pada usia ini anak harus dekat dengan kedua orang tuanya. Dekat dengan bunda dan juga ayahnya, perbanyaklah aktivitas bersama.

Usia 7 – 10 tahun

Pada usia ini dekatkan anak pada sesuai dengan gendernya. Jika laki-laki, maka dekatkan dengan ayahnya. Ajak anak beraktifitas yang menonjolkan sisi ke-maskulin-annya. Mencuci motor, akrab dengan alat-alat pertukangan, alat-alat listrik, dsb.

Jika anak perempuan maka dekatkan dengan bundanya. Libatkan anak dalam aktifitas yang menonjolkan sisi ke-feminim-annya. Stop catering, dan perbanyak otak-atik di dapur bersama anak, libatkan anak saat bersih-bersih rumah, menjahit, dsb.

Usia 11 – 14 tahun

Usia ini sudah masuk tahap pre-aqil baligh akhir. Jika anak laki-laki, maka dekatkan pada bundanya.

Jika anak perempuan, maka dekatkan pada ayahnya. Jika tidak dekat dengan ayahnya, maka anak perempuan akan mudah terpikat dengan laki-laki yang menawarkan perhatian dan cinta meski hanya untuk kepuasan dan mengambil keuntungan semata.

Saat ada laki-laki yang memuji kecantikannya, mungkin ananda gak gampang silau karena ada ayahnya yang lebih sering memujinya. Kalau ada laki-laki yang memberikan hadiah, ananda tak akan gampang klepek-klepek karena ada ayahnya yang lebih dulu mencurahkan perhatian dan memberi hadiah.

Pada fase ini jika anak perempuan harus dekat dengan ayahnya, maka sebaliknya, anak laki-laki harus dekat dengan bundanya. Efek yang sangat mungkin muncul jika tahap ini terlewat, maka anak laki-laki punya potensi lebih besar untuk jadi suami yang kasar, playboy, dan tidak memahami perempuan.

Jika orang tuanya bercerai maka hadirkan sosok lain sesuai gender yang dibutuhkan. Misal saat ia tak punya ayah, maka cari laki2 lain yang bisa menjadi sosok ayah pengganti. Bisa kakek, atau paman. Sama dengan Rasulullah. Meskipun tak punya ayah dan ibu, tapi Rasulullah tak pernah kehilangan sosok ayah dan ibu. Ada kakek dan pamannya. Ada nenek, bibi dan ibu susunya.

Fenomena Lapar Ayah

Saat ini banyak keluarga yang terjangkit fenomena anak lapar ayah (father hanger). Fenomena ini muncul karena sang ayah kurang banyak berperan dalam pendidikan anak di usia dini, sehingga seorang anak lelaki menjadi feminim. Hal ini berlaku juga sebaliknya, anak perempuan menjadi tomboy karena berusaha menggantikan peran ayahnya terhadap ibunya.

Fenomena Lapar Ayah ini dapat dibagi dua golongan :

1.   Ketidakhadiran sang ayah secara fisik, misalnya : ayah yang bercerai dengan ibu, atau meninggal dunia.

2.   Ayah yang hadir, tetapi tidak banyak terlibat. Meski tinggal serumah, tetapi ia tidak memiliki waktu untuk bergaul akrab dengan anak-anak.

Kurangnya perhatian dari sang ayah kepada anak lelakinya akan membuat sang anak akan memiripkan diri dengan peran ibunya.

Kenapa ada banyak generasi banci di Indonesia? Seorang banci menjawab : Ayahku datang saat aku sudah sukses. Ayahku nggak hadir di rumah.

Ayahnya sibuk dengan mimpi-mimpinya. Sibuk dengan hobinya. Ayanhnya keliru memahami apa yang dibutuhkan anak-anaknya. Bukan mobil-mobilan, bukan mainan Barbie, hadiah terbesar yang diinginkan anak-anak adalah seberapa banyak waktu untuk anaknya,

Semoga Alloh mampukan dan semoga bisa bertanggungjawab atas amanah ini kelak di hari perhitungan. Selamat berkumpul dan merajut cinta bersama keluarga.